Sejarah

ASOSIASI GULA INDONESIA  adalah wadah perusahaan/produsen gula baik yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Swasta, yang dalammemperjuangkan kepentingan bersama melalukankegiatan yang bersifat nirlaba (* berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Anggaran Dasar AGI).

AGI didirikan pada tanggal 10 November 1980 sebagai wadah bagi perusahaan-perusahaan produsen gula di Indonesia, baik yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Swasta. AGI berfungsi sebagai organisasi nirlaba yang memperjuangkan kepentingan bersama para anggotanya dalam industri gula.

AGI memiliki tujuan untuk memfasilitasi kolaborasi dan komunikasi di antara para produsen gula di Indonesia, dengan fokus pada berbagai isu yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan kebijakan industri gula. Berkantor pusat di Jakarta, AGI telah tumbuh menjadi organisasi yang penting bagi industri gula di Indonesia.

Pada saat ini, AGI terdiri dari 17 perusahaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. AGI berperan dalam berbagai kegiatan dan diskusi yang berkaitan dengan pengembangan industri gula di Indonesia, serta menjadi mitra penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait sektor ini.

The Indonesian Sugar Association (Asosiasi Gula Indonesia, AGI) is an organization representing sugar companies and producers, both state-owned enterprises and private companies, dedicated to advocating common interests through non-profit activities (*based on Article 1 Paragraph 1 of AGI’s Articles of Association).

AGI was established on November 10, 1980, as a platform for sugar producers in Indonesia, including both state-owned enterprises (BUMN) and private companies. AGI functions as a non-profit organization that advocates for the common interests of its members within the sugar industry.

AGI aims to facilitate collaboration and communication among sugar producers in Indonesia, focusing on various issues related to production, distribution, and industry policies. Headquartered in Jakarta, AGI has grown into a significant organization within the Indonesian sugar industry.

Currently, AGI consists of 17 member companies spread across Indonesia, both in Java and beyond. AGI plays a role in various activities and discussions related to the development of the sugar industry in Indonesia and serves as an important partner for the government in formulating policies related to this sector.

Ikatan Ahli Gula Indonesia(IKAGI) didirikan pada tanggal 22 Februari 1973 di Jakarta. IKAGI merupakan organisasi profesi yang mewadahi individu-individu yang memiliki keahlian atau profesi di bidang industri gula seperti karyawan PG, LPP, P3GI, KPB, pensiunan dan perorangan lainnya.. Anggotanya terdiri dari berbagai kalangan, termasuk karyawan pabrik gula, peneliti di lembaga penelitian gula, pegawai lembaga pelatihan, pensiunan, dan individu lainnya yang memiliki keterkaitan dengan industri gula di Indonesia.

IKAGI didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalisme, mengembangkan pengetahuan, dan memperkuat jaringan di antara para ahli di sektor gula. Organisasi ini juga berperan dalam memfasilitasi pertukaran informasi, penelitian, serta pengembangan teknologi di industri gula, yang semuanya bertujuan untuk memajukan industri gula di Indonesia.

Sejak pendiriannya, IKAGI telah menjadi organisasi penting bagi para profesional di industri gula, membantu mereka dalam memperluas wawasan, serta berkontribusi pada pengembangan industri gula nasional. Berkantor pusat di Jakarta, IKAGI terus aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi di sektor gula

 

The Indonesian Sugar Experts Association (Ikatan Ahli Gula Indonesia, IKAGI) was established on February 22, 1973, in Jakarta. IKAGI is a professional organization that serves as a platform for individuals with expertise or professions in the sugar industry, such as sugar factory employees, researchers at sugar research institutions, training center staff, retirees, and other individuals associated with the sugar industry in Indonesia.

IKAGI was founded with the goal of enhancing professionalism, expanding knowledge, and strengthening networks among experts in the sugar sector. The organization also plays a role in facilitating the exchange of information, research, and technology development within the sugar industry, all aimed at advancing the sugar industry in Indonesia.

Since its establishment, IKAGI has become an important organization for professionals in the sugar industry, helping them broaden their perspectives and contributing to the development of the national sugar industry. Headquartered in Jakarta, IKAGI remains active in various activities that support the improvement of human resources and technology in the sugar sector.

Tahun 1998 pada masa reformasi, sebagai respon terhadap perubahan tatanan ekonomi ditingkat global dan nasional serta pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan pemerintah dibidang pergulaan nasional mengalami perubahan yang cukup mendasar dan sejak saat itu AGI bukan lagi satu-satunya lembaga swasta yang memberikan masukkan kepada pemerintah. Peran tersebut kemudian dimainkan oleh banyak lembaga pergulaan yang muncul kemudian. Lembaga tersebut antara lain Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Asosiasi Pedagang Gula Indonesia (APGI), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMI), Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI), Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) dan lainnya yang juga aktif memberikan masukkan kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan pergulaan.

Seiring perubahan strategis tersebut, tantangan AGI semakin komplek baik tantangan global, nasional, regional maupun lokal dan AGI terus melakukan adaptasi dalam rangka mengoptimalkan perannya. Format organisasi yang semula hanya diurus oleh satu Badan Pengurus yang dipimpin oleh seorang Ketua sejak tahun 2013 ditransformasikan menjadi 2 badan yaitu pertama Badan Pengarah dipimpin oleh seorang Ketua dan 2 (dua) anggota Badan Pengarah, kedua Badan Eksekutif dipimpin oleh Direktur Eksekutif dan beberapa fungsionaris Pengurus.

AGI terus meningkatkan kemampuannya untuk melobby pemegang kebijakan untuk memperjuangkan kepentingan anggota dan pemangku kepentingan juga proaktif mengkritisi kebijakan yang merugikan  industri gula nasional serta menyampaikan pendapat, usulan dan masukkan kepada pemerintah untuk penyempurnaan tata kelola pergulaan.

Dalam rangka memperluas jejaring AGI dengan manca negara, pada Juli 2016 telah masuk menjadi anggota Asean Sugar Alliance (ASA) yang dibentuk pada saat konferensi Thai Sugar Alliance tgl. 15 – 16 Juli 2016 di Bangkok, dalam ASA tersebut Direktur Eksekutif AGI pada saat itu Prof. DR. Agus Pakpahan telah dipercaya mewakili Indonesia sebagai Wakil Ketua ASA.

Anggota ASA adalah industri gula Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Philipina, Thailand dan Vietnam.

Tujuan ASA adalah mempererat antar industri gula Asean, meningkatkan dan memfasilitasi  kerjasama bisnis diantara industri gula se-Asean dan mendorong kerja sama teknis (riset dan pengembangan), pertukaran informasi dan pengembangan industri gula dan hasil samping.

 

In 1998, during the reform era, in response to changes in the global and national economic order as well as the implementation of regional autonomy, the Indonesian government’s policies in the national sugar sector underwent significant changes. From that time onwards, AGI was no longer the sole private institution providing input to the government. This role was then taken up by many emerging sugar-related institutions. These institutions include the Indonesian People’s Sugarcane Farmers Association (APTRI), the Indonesian Sugar Traders Association (APGI), the Association of Indonesian Food and Beverage Entrepreneurs (GAPMI), the Indonesian Sugar Experts Association (IKAGI), the Indonesian Refined Sugar Association (AGRI), among others, all of which actively provide input to the government in formulating sugar policies.

Along with these strategic changes, AGI’s challenges have become increasingly complex at the global, national, regional, and local levels, and AGI continues to adapt to optimize its role. The organizational structure, which was initially managed by a single governing body led by a chairman, was transformed in 2013 into two bodies: first, the Steering Committee, led by a Chairman and two members; second, the Executive Body, led by the Executive Director and several functional officers.

AGI continues to enhance its ability to lobby policymakers to advocate for the interests of its members and stakeholders, and it is also proactive in criticizing policies that harm the national sugar industry. AGI provides opinions, proposals, and suggestions to the government to improve the governance of the sugar sector.

To expand AGI’s international network, in July 2016, AGI became a member of the ASEAN Sugar Alliance (ASA), which was established during the Thai Sugar Alliance conference on July 15-16, 2016, in Bangkok. At that time, AGI’s Executive Director, Prof. Dr. Agus Pakpahan, was entrusted to represent Indonesia as Vice Chairman of ASA.

ASA’s members include the sugar industries of Cambodia, Indonesia, Malaysia, Myanmar, the Philippines, Thailand, and Vietnam.

ASA’s goals are to strengthen ties among ASEAN sugar industries, to enhance and facilitate business cooperation among ASEAN sugar industries, and to promote technical cooperation (research and development), information exchange, and the development of the sugar industry and its by-products.